Seseorang berkunjung ke surau bawa singkong berukuran lebih besar daripada betis saya. Geledug… bunyi lantai dapur ketimpa batangan singkong saat digeletakkan. Kami mengerubuti sambil merenung mau dijadikan apa biar enak makannya. Ada juga yang jongkok sambil meng-investigasi singkong dengan cara colek-colek pakai telunjuk, seakan makhluk aneh yang baru mendarat dari luar angkasa itu singkong.
Gagasan-gagasan berserakan. Saya sendiri menggagas supaya digoreng jadi keripik saja. Singkat cerita, akhirnya gagasan saya yang dipungut. Lantas teman-teman bergerak mempersiapkan kompor, bersihkan belanga, pergi ke pasar beli minyak goreng, menguliti dan mencincang singkong, dan lain segala keperluan. Di pinggiran gegap gempita itu, saya cekakak cekikik fesbuk-an.
Saat semuanya telah siap untuk digoreng, mereka menyadari sesuatu yang hilang, sesuatu yang telah terperangkap dalam jungur fesbuk. Sebelum tertelan jauh ke dalam perut fesbuk, mereka menyelamatkan: “hey Codet, giliranmu sekarang, goreng tuh singkong!”
Aha! Itulah gunanya teman: saling menyelamatkan. Tapi kok saya merasa berada dalam jungur fesbuk lebih nyaman daripada jongkok di samping kompor sambil pegang penggorengan ya. Entahlah. Pokoknya saya mengikuti saja keinginan mereka karena uap kejengkelan terlihat mengepul-ngepul di udara.
Dari penggagas keripik, sekarang saya jadi tukang goreng-goreng.
Craaaas… craaas… minyak goreng panas menyerang lembar-lembar tipis singkong. Tentu bukan tandingan yang setara. Lembar-lember singkong yang tadinya segar bugar diam pasrah mengerut jadi keripik. Gradasi warnanya berubah sedikit demi sedikit, dari putih jadi keruh… agak coklat… agak coklat sedikit lagi… masih agak… kapan masaknya ini?
Saya akan mengerahkan kemampuan terbaik. Saya akan menggoreng itu singkong jadi keripik tergurih. Ini masalah harga diri! Malu dong, kalau bisanya cuma kasih gagasan tapi tak sanggup melakukan. Begitu malu dan gengsinya saya sehingga tak mau tanya-tanya bagaimana cara menandai lembaran singkong yang telah masak jadi keripik.
Akhirnya saya sesat di dapur!
Waktu menjerang dari belanga, itu singkong sudah jadi keripik namun saya curiga karena warnanya lebih gelap daripada keripik yang di warung-warung. Pinggirannya hitam. Saya cicipi… phuih… pahit.
Keripiknya hangus!
Ternyata melakukan tak semudah kasih gagasan ini itu. Semua tahu cara goreng keripik namun tak semua bisa menggoreng keripik secara benar. Di antara yang tak semua itu ada saya: penggagas pintar yang mengerjai singkong sampai hangus. Namun setidaknya sekarang saya berpengalaman menghanguskan keripik singkong. Pengalaman itu akan jadi petunjuk kalau kapan-kapan saya menggoreng lagi. Pengalaman itu akan menjadi hantu yang mengingatkan saya untuk berada di wilayah terang alias keripik berwarna terang, bukan gelap seperti hasil gorengan tadi.
Setelah menghanguskan sepenggorengan pertama, saya merasa bisa menggoreng lebih baik. Saya mau sembunyikan keripik gagal tadi ke kolong meja lantas menggoreng lagi. Huuuf… namun saya keburu ditangkap basah bersama barang bukti sepiring keripik hitam di tangan. Penggorengan dikudeta dari kekuasaan saya. Dan sayapun lengser ke sudut dapur, kembali menekuni facebook.
0 komentar:
Posting Komentar